Dalam Sistematika Tumbuhan
(Taksonomi), tanaman oyong diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
|
: Plantae
|
Divisi
|
: Spermatophyta
|
Sub Divisi
|
: Angiospermae
|
Kelas
|
: Dicotiledonae
|
Ordo
|
: Violales
|
Famili
|
: Cucurbitaceae
|
Genus
|
: Luffa
|
Spesies
|
: Luffa acutangula
|
Oyong merupakan tanaman merambat dengan alat pemegang yang berbentuk pilin.
Batang oyong panjang, kuat, lebih kuat dari labu siam. Panjang batangnya dapat
mencapai puluhan meter. Umumnya daunnya lebar berlekuk menjari dengan bulu
halus. Daunnya beraroma segar. Oyong berakar tunggang serta berakar samping
yang kuat dan agak dalam. Tanaman oyong tidak diusahakan secara komersial,
tetapi hanya sebagai tanaman sela di pekarangan. Biasanya oyong ditanam di
pinggir-pinggir pagar atau dekat pohon-pohon besar. Umumnya buah oyong (kimput)
dianggap sebagai sayuran bagi orang kurang mampu karena harganya murah. Padahal
buah oyong rasanya enak, dingin, serta mengandung vitamin A, vitamin B, dan
vitamin C.
Oyong atau kimput (Luffa acutangula L. Roxb) sering dikelirukan dengan tanaman yang serupa dengan oyong, yaitu blustru (Luffa cilindrica L. Rohm). Kedua jenis sayuran itu saat masih muda buahnya berwarna hijau, tidak banyak mengandung air, dan berbiji banyak. Setelah tua buahnya menjadi berwarna kuning keputih-putihan atau abu-abu dan kering. Akan tetapi, kedua jenis sayuran tersebut mudah dibedakan dengan melihat bentuk buahnya.
Buah oyong berbentuk bulat panjang dan berusuk-rusuk (lingir). Jumlah rusuk
yang jelas sebanyak 10 buah. Jika buah dipotong melintang, terlihat seperti
roda-roda bergigi. Sementara bentuk buah blustru (emes) bulat panjang dan tidak
mempunyai rusuk. Jika dipotong melintang, buahnya menyerupai roda tidak
bergigi.
Oyong dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Adapun
syarat-syarat yang penting untuk pertumbuhannya ialah tanahnya cukup mengandung
air tetapi tidak menggenang, iklim harus kering dan pH tanah antara 6 - 7.
Oyong dan blustru dikembangbiakkan dengan tinggi. Tanah yang akan ditanami
biasanya tidak perlu dicangkul, cukup dibuat lubang-lubang yang lebarnya 25 cm
dan dalamnya 25 cm. Akan tetapi, pada lahan yang banyak rumput/gulma dan
alang-alang perlu dicangkul. Jarak antar lubang tanam 50 – 60 cm dan antar
baris lubang 200 cm. Tiap-tiap lubang diisi pupuk kandang atau kompos yang
telah jadi sebanyak 1 kg. Selanjutnya pada tiap lubang ditanam 2 – 3 biji oyong
atau blustru, lalu ditutup dengan tanah tipis-tipis sekitar 5 cm. Biji akan
tumbuh setelah 7 hari kemudian.
Setelah tinggi tanaman mencapai 50 cm, dibuatkan tiang/para-para dari bambu
yang tingginya 1,5 – 2 cm sehingga tanaman dapat dirambatkan. Biji-biji yang
ditanam di pinggir-pinggir pagar atau dekat pohon besar dapat dirambatkan pada
pagar atau pohon tersebut. Setelah berumur 2 – 4 minggu, biasanya tanaman mulai
berbunga betina yang dapat menjadi buah. Pemberian pupuk buatan jarang
dilakukan. Walaupun demikian, sebaiknya diberikan pupuk buatan berupa urea, TSP
dan KCl dengan perbandingan 1 : 2 : 2 sebanyak 20 g tiap tanaman. Memelihara
tanaman oyong ini dengan cara memangkas dan mengurangi daunnya jika tanaman
terlalu gemuk. Sementara hama tersebut sering merusak daun dan bunga oyong.
Buah oyong pertama kali dapat dipanen setelah tanaman berumur 1,5 – 2 bulan
sejak tanam. Tanaman yang terawat baik dan sehat dapat menghasilkan 1,5 kg buah
setiap pohon. Keterlambatan dalam memungut buah akan menyebabkan buah berserat
sehingga rasanya tidak enak. Produksi oyong saat ini masih terbatas untuk
konsumen lokal.
Buah oyong berkhasiat untuk membersihkan darah. Selain berguna untuk obat,
buah oyong dan blustru enak disayur lodeh. Daunnya yang masih muda (pucuknya)
pun dapat disayur. Sementara kulit buah blustru yang telah kering (loeva) baik sekali untuk spons penggosok
tempat cucian.
Daftar Pustaka :
Hendro, Sunarjono, Bertanam 30 Jenis Sayur (Jakarta : Penebar Swadaya,
2003)
*Gambar hasil pencarian di
internet, bukan dari penulis.